OM Swastyastu,
Semoga pikiran yang
baik datang dari segala penjuru ....,
“teknik Credentialism ((Parkin, 1979) dalam (Roslender, 1992)). Teknik ini merupakan teknik dimana profesi memberikan beberapa ukuran formal kompetensi seperti kualifikasi profesional yang diterima sebagai dasar untuk melakukan jenis pekerjaan tertentu. Jika profesi mampu meyakinkan masyarakat bahwa perlu untuk memiliki kualifikasi tertentu untuk melaksanakan pekerjaan tertentu maka, profesi mampu mengontrol akses ke pekerjaan itu”
Pembahasan ini merupakan pembahasan lanjutan mengenai salah
satu fenomena di dalam Sosiologi Akuntansi yang berkaitan dengan pembentukan
suatu Komunitas Profesi tertentu, contohnya ialah Komunitas Profesi Akuntan
Publik – IAPI – di Indonesia. Di dunia ada berbagai macam komunitas profesi dengan
Ijin Legal mereka untuk beroperasi dan memberikan jasa mereka kepada publik.
Pembentukan komunitas atau lebih baiknya disebut sebagai organisasi profesi
tersebut akan bermanfaat untuk menjadi wadah bagai para praktisi, dengan
begitu, jasa profesi yang diberikan akan terjamin kuallitasnya, standar kerja
profesi akan lebih mudah diseragamkan, menjamin hanya orang-orang yang qualified atau kompeten di bidang
profesi itu saja yang terjun dalam menjalan jasa tersebut, serta mencegah
munculnya profesi-profesi baru yang memberikan jasa-jasa yang notabenenya
identik dan justru tidak terjamin jasanya bagi publik.
sumber gambar : http://fitripratiwii.files.wordpress.com/2012/12/public_relations.jpg |
Tujuan terakhir
diinginkan untuk dapat melindungi para praktisi yang kompeten dari munculnya
praktisi-praktisi abal-abal. Hal ini
dapat dipandang dari dua sisi, positif dan negatif. Substansi dari tujuan yang
saya sebutkan sebelumnya tentu merupakan hal positif dari tujuan terakhir tadi,
tetapi ada hal negatif yang muncul dari tujuan tersebut, yakni tertutupnya
peluang bagi praktisi-praktisi di luar organisasi yang “mungkin” memiliki
metode penyediaan jasa yang jauh lebih baik dan berkualitas dibandingkan dengan
praktisi yang ada di dalam organisasi profesi. Inilah yang disebut dengan
Fenomena Social Closure. Seperti yang saya jelaskan sebelumnya, bahwa fenomena ini
memang mengandung dampak positif dan negatif bagi kualitas jasa dan bagi publik
yang akan menikmati jasa tersebut. Pembahasan ini akan mencoba untuk memberikan
gambaran mengenai fenomena social closure.
Secara definitif, Fenomena Social Closure merupakan suatu proses dimana satu kolektivitas
sosial berusaha untuk mengecualikan kelompok lain dari akses ke beberapa hadiah
yang diinginkan (Roslender, 1992). Dalam kasus profesi, social closure atau penutupan sosial mengacu pada cara dimana
profesi berusaha untuk memastikan bahwa pesaing potensial dikecualikan dari kategori
melakukan pekerjaan tertentu dan dengan demikian tidak dapat memperoleh manfaat
yang terkait dengan pekerjaan (Parry & Parry , 1976) dalam (Roslender,
1992). Fenomena ini merupakan pandangan negatif dari profesi dan sebaliknya
justru merupakan kunci dari keberhasilan suatu profesi. Fenomena Social Closure diperkenalkan oleh Sosiolog Max Weber. Fenomena ini dikatakan
sebagai kunci keberhasilan suatu profesi karena fenomena ini menunjukkan usaha
suatu profesi tertentu untuk menutup kemungkinan kemunculan suatu profesi lain
yang menyediakan jasa pesai atau identik dengan profesi yang bersangkutan.
Fenomena ini akan menggagalkan kemunculan profesi-profesi baru.
Salah satu teknik kunci dari Fenomena Social Closure ialah
teknik Credentialism ((Parkin, 1979)
dalam (Roslender, 1992)). Teknik ini merupakan teknik dimana profesi memberikan
beberapa ukuran formal kompetensi seperti kualifikasi profesional yang diterima
sebagai dasar untuk melakukan jenis pekerjaan tertentu. Jika profesi mampu
meyakinkan masyarakat bahwa perlu untuk memiliki kualifikasi tertentu untuk
melaksanakan pekerjaan tertentu maka, profesi mampu mengontrol akses ke
pekerjaan itu dan lebih signifikan terhadap imbalan yang terkait dengan itu.
Teknik ini juga dapat berfungsi sebagai mekanisme untuk membatasi pasokan
praktisi yang kompeten dengan biaya yang meningkat dan mampu menjadi duri bagi
kelangsungan profesi. Penulis lain yang tertarik pada hubungan profesi ke pasar
telah berfokus pada gagasan bahwa proses profesionalisasi dapat dipahami
sebagai sebuah proyek mobilitas kolektif yang jika sukses dapat meningkatkan
life chances masing-masing peserta secara signifikan (misalnya Larson, 1977,
dalam (Roslender, 1992)).
Demikian yang saya dapat sampaikan mengenai fenomena social closure, semoga bermanfaat, dan
ingat untuk tetap menjunjung tinggi prinsip memajukan diri demi orang-orang
yang kita sayangi, di sekitar, alam, mahkluk hidup, dan sudah tentunya utama
bagi Pencipta kita.
OM Santih Santih
Santih, OM
Pustaka Acuan : Roslender, R. (1992). Sociological Perspective on
Modern Accountancy . London: Routledge.
0 comments :
Post a Comment