Om Swastyastu,
Semoga Pikiran yang baik datang dari segala penjuru . . .
Add caption |
"Informasi itu ibarat Air di dalam organisasi, jika tidak dibiarkan mengalir maka akan menyebabkan banjir dan kekeringan di tempat tertentu "Setiap organisasi berdiri dengan dilandaskan pada suatu visi tertentu. Dalam rangka mencapai visi tersebut, setiap organisasi harus memiliki misi. Untuk sukses mewujudkan terlaksananya misi organisasi, setiap organisasi harus menurunkan pernyataan misinya ke dalam sebuah rumusan strategi. Strategi inilah yang merupakan praktik terkecil yang dilakukan oleh organisasi secara sederhana untuk mencapai visi organisasi secara kompleks. Strategi organisasi akan dibentuk menjadi dua jenis yakni strategi jangka panjang dan jangka pendek. Kesuksesan pelaksanaan strategi organisasi akan sangat tergantu kepada kemampuan manajemen dari organisasi untuk mampu memanajemen waktu, sumber daya ekonomi dan sumber daya manusia dari organisasi. Dalam hal melakukan manajemen terhadap tiga hal tersebut, umumnya organisasi akan membagi-bagi dirinya menjadi sub-sub organisasi yang disebut sebagai departemen-departemen.
Pembagian organisasi ke dalam departemen-departemen mampu memudahkan manajemen organisasi di dalam memanajemen waktu, dana dan manusia organisasi. Di samping kemudahan tersebut, organisasi harus menghadapi konsekuensi dimana akan terjadi suatu pengkotakan informasi dan pembatasan informasi. Pengkotakan Informasi terjadi karena informasi yang dihasilkan oleh suatu departemen tertentu akan sangat sulit untuk didistribusikan ke departemen lain. Pengkotakan Informasi juga terjadi karena adanya upaya pengamanan terhadap informasi oleh departemen bersangkutan sehingga tidak sembarangan informasi tersebut bisa dibagikan ke departemen lain yang tidak berkepentingan, hal ini disebut dengan pembatasan informasi. Pengkotakan Informasi ini akhirnya menyebabkan sebuah penyakit internal di dalam organisasi. Departemen A mengetahui suatu informasi tertentu tetapi Departemen B tidak mengetahui informasi yang bersangkutan. Ketidahuan Departemen B akan informasi tersebut akan dapat berdampak tidak baik atas efisiensi operasi organisasi di saat suatu aktivitas tertentu yang membutuhkan kerja sama antara Departemen A dan B terjadi. Untuk mampu menyelesaikan aktivitas yang dimaksud, Departemen B harus pertama-tama menanyakan informasi yang bersangkutan ke Departemen B lalu baru kemudian menyelesaikan aktivitas tersebut. Bagaimana misalnya kejadian ini terjadi di organisasi usaha retail? Misalnya Departemen B adalah departemen penjualan dan departemen A adalah keuangan. Dept A menerima mandat dari pemilik retail untuk menghentikan pemberian diskon karena dianggap sudah cukup waktu untuk memberikan diskon lalu kemudian Dept B belum mengetahui informasi tersebut. Departemen B menganggap bahwa diskon masih bisa diberikan. Departemen A harusnya mendistribusikan informasi tersebut segera ke Departemen B tetapi karena keterbatasan kemampuan untuk pendistribusian dengan segera maka akhirnya departemen B terlanjur memberikan penjualan dengan diskon. Apakah akibat dari hal tersebut? Kerugian bagi organisasi tentunya.
Pengkotakan Informasi juga kerap terjadi di dalam satu departemen. Kurangnya kemampuan berkomunikasi dan menyalurkan informasi yang baik akhirnya kerap membuat suatu informasi tertentu hanya diketahui oleh segelintir orang saja. Dalam praktek saya pernah menemukan kasus dimana sebuah informasi tentang kebijakan manajemen perusahaan hanya diketahui oleh manajer, manajer tidak mampu menyusun pernyataan kebijakan manajemen secara tertulis sehinigga akhirnya staff kesulitan saat menghadapi kasus-kasus tertentu yang tidak sesuai dengan prosedur umum. Saat keputusan harus segera diambil untuk konsumen, pilihan keputusan yang bisa diambil oleh si staf hanya dua yakni menggunakan nalar dan pertimbangan keahliannya untuk mengambil keputusan dengan cepat atau bertanya kepada manajer dan menunggu jawaban manajer sesegera mungkin. Hal ini tentu sangat merugikan bagi perusahaan, operasional perusahaan akan sangat terganggu oleh masalah yang sebenarnya tidak terlalu krusial jika dipandang dalam jangka pendek namun mampu menjadi duri dalam daging jika dibiarkan terus-menerus.
Pengkotakan Informasi juga kerap terjadi di dalam satu departemen. Kurangnya kemampuan berkomunikasi dan menyalurkan informasi yang baik akhirnya kerap membuat suatu informasi tertentu hanya diketahui oleh segelintir orang saja. Dalam praktek saya pernah menemukan kasus dimana sebuah informasi tentang kebijakan manajemen perusahaan hanya diketahui oleh manajer, manajer tidak mampu menyusun pernyataan kebijakan manajemen secara tertulis sehinigga akhirnya staff kesulitan saat menghadapi kasus-kasus tertentu yang tidak sesuai dengan prosedur umum. Saat keputusan harus segera diambil untuk konsumen, pilihan keputusan yang bisa diambil oleh si staf hanya dua yakni menggunakan nalar dan pertimbangan keahliannya untuk mengambil keputusan dengan cepat atau bertanya kepada manajer dan menunggu jawaban manajer sesegera mungkin. Hal ini tentu sangat merugikan bagi perusahaan, operasional perusahaan akan sangat terganggu oleh masalah yang sebenarnya tidak terlalu krusial jika dipandang dalam jangka pendek namun mampu menjadi duri dalam daging jika dibiarkan terus-menerus.
Permasalahan tentang pengkotakan informasi ini sering terjadi di dalam organisasi. Organisasi yang kian berkembang dan semakin banyak jumlah sumber daya manusianya harus menanggung resiko tidak tersalurnya informasi. Organisasi yang telah memiliki struktur organisasi secara jelas pun akhirnya juga harus menanggung resiko bahwa dengan bertambahnya manusia di dalam dirinya, dibaginya tanggung jawab dan wewenang dalam dirinya, akhirnya membuat orang-orang di dalam organisasi akan hanya mengetahui informasi yang terkait dengan pekerjaannya saja. Staf hanya tahu informasi terkait pekerjaanya. Departemen tertentu hanya mengetahui informasi terkait departemennya saja. Saat kasus tertentu terjadi dan membutuhkan pengambilan keputusan yang cepat, informasi yang tidak disalurkan akan menjadi bom waktu bagi efisiensi organisasi.
Organisasi yang telah memiliki kekuatan pendanaan yang baik umumnya akan menerapkan suatu sistem informasi dan umumnya telah berbasiskan teknologi. Teknologi Sistem Informasi tersebut digunakan untuk mencatat informasi, menyimpannya dalam media penyimpanan yang aman, memanipulasinya menjadi laporan-laporan yang dibutuhkan, dan menyalurkannya dalam bentuk output-output yang dibutuhkan organisasi. Penerapan Teknologi Sistem Informasi akhirnya menjadi sebuah solusi yang mahal dengan manfaat yang sangat banyak. Mahalnya Investasi Teknologi Sistem Informasi tentunya dapat diatasi oleh organisasi dengan kekayaan dana yang memadai. Hal ini menjadi sebuha dilema bagi organisasi mikro yang tidak memiliki dana yang cukup untuk berinvestasi di dalam teknologi sistem informasi. Pilihan terbaik yang mampu dilakukan organisasi seperti ini ialah dengan menerapkan sistem informasi dengan teknik manual. Teknik Manual dalam menjalankan sistem informasi mengharuskan penggunaan kertas yang tentunya mahal dan mengurangi kompetensi organisasi di dalam konsen menjaga alam. Dalam organisasi non usaha, penggunaan teknik manual di dalam menjalankan sistem informasi tentu sudah menjadi hal yang umum. Penggunaan Kertas dalam Surat, Form-form, dan lainnya dan dibantu dengan handphone dan telepon tentunya bisa menjadikan pilihan yang murah untuk menyalurkan informasi dalam lingkaran sistem informasi.
Terlepas dari pilihan alternatif mana yang ingin dipilih oleh organisasi dalam mengusahakan sistem informasinya, organisasi tentunya harus memiliki kesadaran tinggi tentang pentingnya sistem informasi guna mengatasi permasalahan pengotakan informasi seperti yang saya jelaskan di atas. Informasi harus dialirkan di dalam informasi dan bukan hanya disimpan begitu saja dalam bentuk file. Penyaluran Informasi tersebut harus disalurkan dalam cara yang sistematis dan mengedepankan aspek keamanan informasi. Kesadaran akan pentingnya informasi untuk disalurkan harus dimiliki oleh setiap manusia di dalam organisasi, baik dari atasan hingga bawahan. Seorang Manajer harus sadar bahwa segala informasi yang ia miliki harus ia turunkan kepada bawahannya agar bawahannya mampu mengerjakan aktivitas dengan baik. Tentang seberapa banyak informasi yang harus diturunkan kepada bawahan tertentu, seorang manajer harus sadar akan kebutuhan deskripsi kerja yang jelas. Deskripsi Kerja yang jelas akan mampu menjelaskan sebarapa jauh wewenang seseorang dalam mengetahui suatu informasi. Seorang Bawahan yang bekerja sebagai Sales tentu harus mengetahui segala informasi tentang produk, supplier, rekanan perusahaan, profil manajemen, rentang diskon yang dapat diberikan dan prosedur pembayaran. Jangan sampai saat seorang konsumen bertanya kepada sales tersebut tentang siapa yang menyediakan produk yang akan ia beli, sales tidak mengetahuinya karena manajer tidak pernah memberikan suatu informasi tentang supplier produk baik secara lisan maupun tertulis.
Organisasi yang telah memiliki kekuatan pendanaan yang baik umumnya akan menerapkan suatu sistem informasi dan umumnya telah berbasiskan teknologi. Teknologi Sistem Informasi tersebut digunakan untuk mencatat informasi, menyimpannya dalam media penyimpanan yang aman, memanipulasinya menjadi laporan-laporan yang dibutuhkan, dan menyalurkannya dalam bentuk output-output yang dibutuhkan organisasi. Penerapan Teknologi Sistem Informasi akhirnya menjadi sebuah solusi yang mahal dengan manfaat yang sangat banyak. Mahalnya Investasi Teknologi Sistem Informasi tentunya dapat diatasi oleh organisasi dengan kekayaan dana yang memadai. Hal ini menjadi sebuha dilema bagi organisasi mikro yang tidak memiliki dana yang cukup untuk berinvestasi di dalam teknologi sistem informasi. Pilihan terbaik yang mampu dilakukan organisasi seperti ini ialah dengan menerapkan sistem informasi dengan teknik manual. Teknik Manual dalam menjalankan sistem informasi mengharuskan penggunaan kertas yang tentunya mahal dan mengurangi kompetensi organisasi di dalam konsen menjaga alam. Dalam organisasi non usaha, penggunaan teknik manual di dalam menjalankan sistem informasi tentu sudah menjadi hal yang umum. Penggunaan Kertas dalam Surat, Form-form, dan lainnya dan dibantu dengan handphone dan telepon tentunya bisa menjadikan pilihan yang murah untuk menyalurkan informasi dalam lingkaran sistem informasi.
Terlepas dari pilihan alternatif mana yang ingin dipilih oleh organisasi dalam mengusahakan sistem informasinya, organisasi tentunya harus memiliki kesadaran tinggi tentang pentingnya sistem informasi guna mengatasi permasalahan pengotakan informasi seperti yang saya jelaskan di atas. Informasi harus dialirkan di dalam informasi dan bukan hanya disimpan begitu saja dalam bentuk file. Penyaluran Informasi tersebut harus disalurkan dalam cara yang sistematis dan mengedepankan aspek keamanan informasi. Kesadaran akan pentingnya informasi untuk disalurkan harus dimiliki oleh setiap manusia di dalam organisasi, baik dari atasan hingga bawahan. Seorang Manajer harus sadar bahwa segala informasi yang ia miliki harus ia turunkan kepada bawahannya agar bawahannya mampu mengerjakan aktivitas dengan baik. Tentang seberapa banyak informasi yang harus diturunkan kepada bawahan tertentu, seorang manajer harus sadar akan kebutuhan deskripsi kerja yang jelas. Deskripsi Kerja yang jelas akan mampu menjelaskan sebarapa jauh wewenang seseorang dalam mengetahui suatu informasi. Seorang Bawahan yang bekerja sebagai Sales tentu harus mengetahui segala informasi tentang produk, supplier, rekanan perusahaan, profil manajemen, rentang diskon yang dapat diberikan dan prosedur pembayaran. Jangan sampai saat seorang konsumen bertanya kepada sales tersebut tentang siapa yang menyediakan produk yang akan ia beli, sales tidak mengetahuinya karena manajer tidak pernah memberikan suatu informasi tentang supplier produk baik secara lisan maupun tertulis.
0 comments :
Post a Comment