SEKARANG SEPERTI ORANG BUTA DAN GAJAH

Ada lima orang buta, kemudian mereka masing menghadap ke bagian tubuh berbeda dari gajah. Ada yang menghadap ke belalai si gajah, ada yang menghadap ke kaki gajah, dan lainnya.
sumber gambar : http://islampos.com
Orang yang memegang ekor gajah mengatakan bahwa Gajah itu kecil seperti ular bentuknya. Orang yang memegang kaki gajah protes, dia mengatakan bahwa gajah itu besar seperti ban mobil bahkan lebih besar dan seperti pohon. Orang yang memegang belalai gajah protes, "Tidak, gajah itu seperti selang, elastis dan besar, bisa mengeluarkan air". Orang yang berada di atas punggung gajah marah "Kalian semua itu bodoh dan salah, gajah itu sangat besar, bahkan aku harus  menggunakan tangga untuk memegangnya, ia seperti bukit". "Tidak, gajah itu tipis, seperti daun teratai, goblok kalian, kalian semua salah, kallian buta" kata orang buta yang memegang telinga gajah.
Akhir dari pembicaraan mereka tersebut mereka selingi dengan perkelahian dan caci maki.

MANUSIA, TUHAN, DAN GAJAH
Tuhan ibarat gajah tersebut, kita manusia ibarat lima orang buta tersebut. Kita buta, namun kita ingin melihat gajah tersebut. Sayangnya kita tidak bisa melihat gajah tersebut seutuhnya, akhirnya kita menafsirkan Gajah seperti apa yang kita raba. Ada yang mengatakan Gajah seperti ular, ada yang mengatakannya seperti pohon, ada yang mengatakan seperti bukit. Lalu, apakah pandangan tersebut salah? Tidak. Semuanya adalah hal yang mampu digunakan untuk menggambarkan seekor gajah, namun tidak mampu digunakan untuk mengatakan sebuah gajah. Begitulah kita dalam keinginan mencapai Tuhan.

Lima orang buta tersebut saling mencaci maki karena menganggap dirinya paling benar mengenai Gajah. Begitulah keadaan beberapa manusia sekarang ini, mereka menganggap dirinya paling benar dalam memandang Tuhan.

MUNCULLAH ORANG YANG TIDAK BUTA
Kemudian, muncul orang yang tidak buta, kemudian menjelaskan bahwa Gajah itu seperti Gajah. Lalu permasalahan kembali merumit, kelima orang buta tersebut masih kekeh dengan pandangannya bahwa gajah adalah seperti apa yang mereka raba. Lalu apakah itu salah? Tidak, mereka menafsirkan gajah seperti apa yang mereka rasakan dengan kedua tangganya. Lalu apa yang salah?
Yang salah adalah mereka fanatik dengan apa yang mereka anggap benar
Jika mereka memandang gajah seperti apa yang mereka rasakan, itu adalah hal yang wajar dan bisa dibenarkan. Namun, saat mereka mulai fanatik kemudian menganggap semua pandangan orang buta lain tentang gajah adalah salah, hanya pandangannya sendiri yang benar tentang gajah, maka hal itu menjadi hal yang sangat salah. Kita tidak akan mampu memandang gajah seperti ular kan? Kita juga tidak mampu memandang gajah seperti daun teratai. Begitulah kita saat ini, kita bersikeras dengan pandangan kita bahwa kitalah yang paling benar dalam memandang Tuhan, sayangnya kita mulai mencaci pandangan orang lain mengenai Tuhan. Kita ibarat lima orang buta tadi.


sumber gambar : http://semilirsunyi.files.wordpress.com

Orang yang Tidak Buta kemudian memahami permasahan dari kelima orang tersebut, kemudian ia meluruskan pandangan kelima orang tersebut. 
"Gajah itu ekornya seperti ular, belalainya seperti selang besar, kakinya besar seperti pohon, badannya besar dan tinggi seperti bukit, lalu telinganya tipis dan lebar seperti daun teratai"
sumber gambar : http://geologi.iagi.or.id
Saat pandangan kelima orang tersebut digabungkan, pandangan mengenai gajah itu seperti apa dapat diluruskan. Kelima pandangan yang berbeda-beda tadi bila digabungkan ternyata dapat menjelaskan gajah itu seperti apa. Lalu, si orang tidak buta itu mengatakan bahwa "Gajah itu ya seperti yg kalian katakan tadi, Gajah ya seperti Gajah"

JANGAN FANATIK DAN MENCOBALAH UNTUK TOLERANSI
Hal yang unik dapat kita pelajari dari kisah gajah tadi. Bagaimana kita seharusnya memandang Tuhan. Apakah kita akan tetap menyangka bahwa Tuhan adalah seperti apa yang kita pandang, atau kita bisa menerima pandangan orang lain mengenai Tuhan. Apakah kita mampu untuk menggabungkan banyak pandangan orang mengenai Tuhan, lalu kita akan mampu menggambarkan Tuhan sebagai Maha Besar dan Tak Terhingga. Itu kembali ke ego kita masing-masing. Sikap Fanatik cenderung mampu membiaskan pandangan sebenarnya tentang Tuhan. Sikap Toleransi cenderung mampu untuk mengantarkan kita pandangan yang lebih luas mengenai Tuhan. Itulah hal yang dapat kita pelajari dari Gajah dan Lima Orang Buta tadi.




0 comments :

Post a Comment

 

PENULIS DALAM KATA


"Saya Orang yang Hebat dengan Mimpi yang Hebat karena Tuhan yang Hebat melahirkan saya untuk mengubah Dunia ini menjadi lebih Hebat"

I Wayan Bayu Diatmika dalam Dream Clothing Company, 2011

Temukan saya di Instagram

Jepret-Jepret Lensa Nakal

Bangga Menjadi Bagian Indonesia

Bangga Menjadi Bagian Indonesia
Indonesia merupakan sebuah negara yang sangat kaya. Alam yang Indah dengan Hasil Alam yang mellimpah. Iklim yang sangat baik untuk hidup. Manusia yang berlimpah dengan bakat dan kemampuan yang luar biasa. Budaya yang sangat maju, dan jauh lebih maju dibandingkan dengan negara yang mengaku sebagai negara yang maju dan adi daya saat ini. Kemampuan Spiritual di Indonesia juga sangat tinggi. Tuhan benar-benar dipahami dan diketahui oleh Leluhur Indonesia. Itulah Manusia, Alam, Budaya dan Tuhan yang selalu membuat kebanggan menjadi bagian dari Indonesia.

Tuhan, Manusia, Alam

Tiga hal yang harus diseimbangkan dalam mencapai kebahagiaan ialah Tuhan, Manusia dan Alam. Konsepsi Tertingginya ialah berbakti kepada Tuhan. Bakti tersebut turun ke dalam dua konsep berikutnya ialah menjaga hubungan baik dengan Manusia dan Alam. Muara dari pemahaman ini ialah tentang seberapa baik manusia memahami dirinya sendiri.

Kebenaran?

Kebenaran adalah Kepedulian. Saat engkau berbuat sesuatu kepada orang lain dengan berlandaskan pada Kepedulian maka di sana terdapat Kebenaran. Saat engkau berbuat Baik sekalipun kepada orang lain namun dengan berlandaskan menginginkan suatu balasan pahala dari Tuhan maka perbuatan tersebut telah menjauhi substansi kebenaran. Dimana kepedulian ditegakkan menjadi landasan perbuatan maka di sana kebenaran telah tumbuh sebagai Pohonnya. OM, Santi

TWEET @IWAYANBAYU

YUK KUNJUNGI ASESORISMU DI SINI

 Luh Pernak-Pernik
Salah satu brand lokal yang mencoba untuk memberikan jiwa indie dalam produknya, Luh Pernak-pernik hadir untuk memberikan anda aksesoris untuk mempercantik penampilan harian anda. Luh PernakPernik menawarkan produ-produk ekonomi berupa kalung dan perhiasan yang mampu meningkatkan kepercayaan diri anda. Luh PernakPernik fokus memberikan produk yang memuaskan sehingga dalam setiap produknya, Luh PernakPernik selalu mengemas produk dalam bentuk box perhiasan eksklusif yang mampu membuat anda semakin menyayangi perhiasan anda. Saat ini, Luh PernakPernik telah mengembangkan usahanya dengan bekerja sama dengan beberapa pengerajin perhiasan khas bali sehingga produk yang ditawarkan oleh Luh PernakPernik juga menyediakan produk-produk yang bernuansa adat bali dan nusantara indonesia.  

SVAHARYA si Karya Anak Bangsa

SVAHARYA si Karya Anak Bangsa
Kekuatan Seni dan Produk Seni Indonesia sangat kuat, pantas untuk disandingkan dengan produk mancanegara. Keinginan Anak Bangsa yang satu ini sangat kuat untuk mengangkat kain batik, endek, dan kerajinan kain asli Indonesia lainnya untuk menjadi produk-produk yang berkualitas dan menjual. Dengan konsep produksi yakni satu produk hanya dimiliki oleh satu orang saja, pembeli mana yang tidak ingin memiliki produk yang eksklusif, berkualitas, dan hanya ada satu di dunia. Mari temukan produk tersebut di sini, di Svaharya, www.svaharya.com